Di sebuah ruangan yang berisi ± 250 mahasiswa, pada saat kuliah Gender dan Keluarga, seperti biasanya dosen saya yang sangat baik dan penyabar selalu memberikan suguhan-suguhan unik agar mahasiswa tidak bosan dengan pemaparan yang beliau sampaikan pada saat kuliah. Mengingat jumlah mahasiswa yang membludak sampai 250 siswa, maka kemungkinan mengalami kejenuhan sangat besar sekali. Oleh karena itu, kali ini beliau memperlihatkan tulisan puisi sepasang suami istri mengenai poligami. Baca sampai tuntas ya…!
Suami : “Istriku, apabila ku menjadi matahari, maka kau adalah buminya. Aku kan menyinarimu sepanjang masa, tak kenal lelah. Kan kunaungi dirimu dengan sinarku yang tak pernah padam ditelan zaman. Namun, tahukah kau wahai istriku? Selain bumi, ada planet-planet lain yang berhak ku sinari. Mereka membutuhkan cahayaku. Bukankah aku pun mempunyai kewajiban untuk menyinari mereka? Bagaimana istriku?
Istri (menahan rasa jengkel): “Suamiku, jika kau matahari maka pancarkanlah sinarmu seluas-luasnya. Namun, kenyataannya kau hanyalah sebatang lilin. Lilin yang hanya untuk menyinari kamar kita saja tak mampu. Kau hanyalah sebatang lilin yang masih bertopang pada sebuah korek api untuk membuatmu menyala. Pantaskah kau menyinari planet-planet lain yang begitu luas sementara untuk menyinari bumi saja kau masih perlu energi yang sangat banyak?????????
Subhanallah….analogi yang unik. Silakan ambil pelajarannya ya…! Saya angkat tangan kalau ditanya komentar mengenai poligami… ^_^Di sebuah ruangan yang berisi ± 250 mahasiswa, pada saat kuliah Gender dan Keluarga, seperti biasanya dosen saya yang sangat baik dan penyabar selalu memberikan suguhan-suguhan unik agar mahasiswa tidak bosan dengan pemaparan yang beliau sampaikan pada saat kuliah. Mengingat jumlah mahasiswa yang membludak sampai 250 siswa, maka kemungkinan mengalami kejenuhan sangat besar sekali. Oleh karena itu, kali ini beliau memperlihatkan tulisan puisi sepasang suami istri mengenai poligami. Baca sampai tuntas ya…!
Suami : “Istriku, apabila ku menjadi matahari, maka kau adalah buminya. Aku kan menyinarimu sepanjang masa, tak kenal lelah. Kan kunaungi dirimu dengan sinarku yang tak pernah padam ditelan zaman. Namun, tahukah kau wahai istriku? Selain bumi, ada planet-planet lain yang berhak ku sinari. Mereka membutuhkan cahayaku. Bukankah aku pun mempunyai kewajiban untuk menyinari mereka? Bagaimana istriku?
Istri (menahan rasa jengkel): “Suamiku, jika kau matahari maka pancarkanlah sinarmu seluas-luasnya. Namun, kenyataannya kau hanyalah sebatang lilin. Lilin yang hanya untuk menyinari kamar kita saja tak mampu. Kau hanyalah sebatang lilin yang masih bertopang pada sebuah korek api untuk membuatmu menyala. Pantaskah kau menyinari planet-planet lain yang begitu luas sementara untuk menyinari bumi saja kau masih perlu energi yang sangat banyak?????????
Subhanallah….analogi yang unik. Silakan ambil pelajarannya ya…! Saya angkat tangan kalau ditanya komentar mengenai poligami… ^_^
Suami : “Istriku, apabila ku menjadi matahari, maka kau adalah buminya. Aku kan menyinarimu sepanjang masa, tak kenal lelah. Kan kunaungi dirimu dengan sinarku yang tak pernah padam ditelan zaman. Namun, tahukah kau wahai istriku? Selain bumi, ada planet-planet lain yang berhak ku sinari. Mereka membutuhkan cahayaku. Bukankah aku pun mempunyai kewajiban untuk menyinari mereka? Bagaimana istriku?
Istri (menahan rasa jengkel): “Suamiku, jika kau matahari maka pancarkanlah sinarmu seluas-luasnya. Namun, kenyataannya kau hanyalah sebatang lilin. Lilin yang hanya untuk menyinari kamar kita saja tak mampu. Kau hanyalah sebatang lilin yang masih bertopang pada sebuah korek api untuk membuatmu menyala. Pantaskah kau menyinari planet-planet lain yang begitu luas sementara untuk menyinari bumi saja kau masih perlu energi yang sangat banyak?????????
Subhanallah….analogi yang unik. Silakan ambil pelajarannya ya…! Saya angkat tangan kalau ditanya komentar mengenai poligami… ^_^Di sebuah ruangan yang berisi ± 250 mahasiswa, pada saat kuliah Gender dan Keluarga, seperti biasanya dosen saya yang sangat baik dan penyabar selalu memberikan suguhan-suguhan unik agar mahasiswa tidak bosan dengan pemaparan yang beliau sampaikan pada saat kuliah. Mengingat jumlah mahasiswa yang membludak sampai 250 siswa, maka kemungkinan mengalami kejenuhan sangat besar sekali. Oleh karena itu, kali ini beliau memperlihatkan tulisan puisi sepasang suami istri mengenai poligami. Baca sampai tuntas ya…!
Suami : “Istriku, apabila ku menjadi matahari, maka kau adalah buminya. Aku kan menyinarimu sepanjang masa, tak kenal lelah. Kan kunaungi dirimu dengan sinarku yang tak pernah padam ditelan zaman. Namun, tahukah kau wahai istriku? Selain bumi, ada planet-planet lain yang berhak ku sinari. Mereka membutuhkan cahayaku. Bukankah aku pun mempunyai kewajiban untuk menyinari mereka? Bagaimana istriku?
Istri (menahan rasa jengkel): “Suamiku, jika kau matahari maka pancarkanlah sinarmu seluas-luasnya. Namun, kenyataannya kau hanyalah sebatang lilin. Lilin yang hanya untuk menyinari kamar kita saja tak mampu. Kau hanyalah sebatang lilin yang masih bertopang pada sebuah korek api untuk membuatmu menyala. Pantaskah kau menyinari planet-planet lain yang begitu luas sementara untuk menyinari bumi saja kau masih perlu energi yang sangat banyak?????????
Subhanallah….analogi yang unik. Silakan ambil pelajarannya ya…! Saya angkat tangan kalau ditanya komentar mengenai poligami… ^_^
Komentar
Posting Komentar