“Masa muda masa yang berapi-api…”
(H.Rhoma Irama)
(H.Rhoma Irama)
Pemuda.
Itulah label utama yang tergambar dari sorot mata para pengurus Karang Taruna
Tunas Muda. Satu-satunya organisasi yang dihuni oleh para pemuda Desa Teluk
Kepayang. Walaupun ada yang sudah berkeluarga, tapi jiwanya masih tetap muda.
Bila dibidik dari sisi usia, didapati kisaran usia 17 sampai 35 tahun. Organisasi
yang berada di Desa Teluk Kepayang ini, tak bisa disamakan dengan
organisasi-organisasi bergengsi ditataran kampus. Meskipun sama-sama berperan
sebagai eksekutor, tapi tetap memiliki fungsi yang berbeda dengan medan yang
lebih heterogen. Itulah tantangan sebuah pengabdian. Pengabdian dalam kerangka bagian
dari masyarakat.
Berbicara
mengenai Karang Taruna Tunas Muda, banyak sisi yang dapat dikagumi, banyak pula
sisi yang dapat dikritisi. Terlepas dari segala kekurangannya, Karang Taruna
Tunas Muda telah mampu menjadi ruh bagi aktivitas para pemuda di Desa Teluk
Kepayang. Pantas saja bila Bung Karno
hanya memerlukan sepuluh pemuda untuk dapat mengubah dunia. Karena sejatinya,
melalui tangan-tangan pemudalah kerapuhan sistem masyarakat dapat diperbaiki.
Semangat itu pula yang menjadi senjata para pemuda untuk tetap aware beraksi dalam sistem
kemasyarakatan.
Siapa
yang peduli, ketika diri sendiri sudah disibukkan dengan kepentingan pribadi.
Bisa jadi sikap acuh dan antipati dengan segala kepentingan bersama,
mengalahkan segala cita-cita luhur untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera. Padahal
seluruh komponen masyarakat, sama-sama menjadi bagian yang penting bagi
kemajuan desanya. Menilik kembali kegigihan para pengurus Karang Taruna Tunas
Muda, membuat hati kembali terketuk bahwa kontribusi itu bukan hanya sekedar
kata tapi juga aksi nyata, yang terkadang sangat sulit ditemukan di zaman
sekarang.
Salah satu tokoh
inspiratif dari Karang Taruna Tunas Muda berada di garda terdepan, yaitu sang
ketua. Kami memanggilnya Mas Didi. Pemuda yang sudah berkeluarga ini selain
mengabdikan diri menjadi pemimpin Karang Taruna Tunas Muda, beliau pun mengajar
di dua sekolah, yaitu SMPN 1 Teluk Kepayang dan SMK Tunas Rimba. Untuk dapat meraih
gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam dilaluinya tidak dengan jalan yang mulus. Pengorbanan
tidak bertemu kedua orang tua selama tujuh tahun harus diikhlaskan, bahkan
untuk biaya hidup selama perkuliahan pun dipenuhi dengan berjualan di sekitar
kampus. Bukan berarti orang tua angkat tangan, tetapi tantangan kehidupanlah
yang mengharuskan beliau bekerja lebih keras lagi. Semangat beliau membangkitkan kembali Karang
Taruna yang mulai meredup, membuatnya terpilih sebagai ketua sampai dengan saat
ini. Jiwa kritisnya terpompa ketika berada dalam kehidupan kampus. Amanah
sebagai ketua BEM membuat pengalamannya semakin terasah. Tiba di kehidupan
bermasyarakat, semangatnya masih sama, bahkan kian bergelora. Inilah semangat
yang kadang tak mudah ditemukan di jiwa para pemuda saat ini. Bagi yang pernah merasakan
nyamannya polemik kehidupan kampus, mungkin akan merasakan perbedaan yang signifikan
dengan kehidupan nyata ketika hidup bermasyarakat. Tengok saja, penghuni kampus
dengan derajat usia yang bisa dikatakan relatif sama (baca: para pemuda)
menjadikan pergerakan lebih mudah terkoordinir dibandingkan dengan hidup bermasyarakat
dengan massa yang lebih beragam. Inilah polemik hidup bermasyarakat yang memerlukan
strategi pergerakkan yang lebih matang.
Sosok lain yang
menjadi inspirasi adalah Mbak Ifit. Pemudi yang usianya masih sangat muda ini
(catatan: belum menikah lho) dapat dikatakan menjadi motor penggerak di sayap
putri. Gelar Sarjana Pendidikan Bahasa Inggris mengantarkannya pada pengabdian
di SDN 1 Teluk Kepayang dan SMK Tunas Rimba. Bisa dikatakan, beliau menjadi
kakak putri paling senior di Karang Taruna Tunas Muda. Meskipun berlaga dengan
adik-adik yang beberapa tahun lebih muda darinya, sikapnya dapat menyesuaikan.
Menjadi kakak yang mengayomi, sekaligus menjadi ibu yang setia mendampingi.
Dalam jiwanya, terdapat semangat yang sama: tanpa pamrih berkontribusi di wadah
kepemudaan yang menaunginya.
Sosok-sosok lain
tak kalah mengagumkannya. Pada intinya, manusia-manusia super yang bersedia
berkontribusi tanpa pamrih demi desanya, masih memungkinkan ada di zaman ini.
Itulah para pejuang Karang Taruna Tunas Muda. Tak peduli sudah berkeluarga atau
belum, tak peduli sudah bekerja atau tidak, bahkan masih bersekolah atau sudah
lulus, satu hal yang perlu digarisbawahi adalah keinginan mereka untuk memajukan desa melalui
kegiatan kepemudaan selalu berkobar dalam jiwanya. Semangat mengabdi!
“Andai semangat tanpa pamrih terus mengalir dalam darah
para pemuda dan kian berkobar dalam jiwa, maka tunggulah keajaiban yang akan
menimpa dunia.”
(KKP IPB)
Komentar
Posting Komentar